Bab 14
Bulan dan ilalang
.
.
Mobil dipacu dengan kecepatan tinggi, sampe beberapa kali drem mendadak dan wajah kami terantuk kedepan, ibu mertua mengucapkan istigfar
"dedy, biar ayah saja yang setir", tawar ayah mertua dan dijawabnya dengan menambah kecepatan. Sreetttt...samping depan pintu gerbang langsung dibukanya pintu sedikit paksa, dibantingnya dan dtinggalkannya. Akhirnya bapa mertua mengalah memasukan ke garasi. Kurapikan barang bawaan dan oleh oleh ayah ibuku atas pernikahan adikku, ika adelia. Ibu mertua sama sekali tidak menanyakan sesuatu hal mengapa anak lelaki satu satunya berlaku demikian. Sampai depan pintu kudengar suara pintu dibanting, aku masuk kerumah, kedalam kamar dimana suamiku, kamar kosong, kubuka pintu kamarpun melompong. Dimana gerangan suamiku mengunci dirinya. Ada apakah dirinya mengapa begitu amat sangat marah selepas pernikahan adikku.
Kucari keruang tengah kemudian ruang kerja, kuputar kuncinya. Susah...oh...ternyata suamiku didalam..
Segera ku masuki kamar, kubereskan sisa sisa kotoran, kukumpulkan pakaian kotor dan segera kedapur membawa makanan memisahkan antara makanan basah dan kering. Aku harus gesit dan tidak boleh keliru kalau tidak mau ibu mertuaku juga marah lalu membeberkan apapun yang kuperbuat. Karena apa yang kulakukan selalu salah, jangankah sebuah kesalahan yang kuperbuat, kebaikanpun serasa tidak pernah dilirik.
Ya...aku akui bukan orang yang sempurna untuk urusan rumah tangga. Mengapa? Dari dulu aku adalah tuan putri dirumah, tugasku hanya belajar agar selalu peringkat kelas. Apapun yang aku inginkan selalu disediakan ayah ibu, kadang mau makanpun ibu mengantarkan saat aku sedang belajar, kalau aku tetap belajar dan tidak mau makan, disuapinya diriku.
Belajar, belajar mungkin hanya mandi saja yang tidak dimandikan, karena seragam pun sudah ibu sediakan dikasur saat aku mandi. Semuanya tanpa ada satu tanggung jawab dalam rumah aku pegang.
Ya...inilah mungkin akibatnya...urusan rumah tangga nol besar....
Bulan dan ilalang
.
.
Mobil dipacu dengan kecepatan tinggi, sampe beberapa kali drem mendadak dan wajah kami terantuk kedepan, ibu mertua mengucapkan istigfar
"dedy, biar ayah saja yang setir", tawar ayah mertua dan dijawabnya dengan menambah kecepatan. Sreetttt...samping depan pintu gerbang langsung dibukanya pintu sedikit paksa, dibantingnya dan dtinggalkannya. Akhirnya bapa mertua mengalah memasukan ke garasi. Kurapikan barang bawaan dan oleh oleh ayah ibuku atas pernikahan adikku, ika adelia. Ibu mertua sama sekali tidak menanyakan sesuatu hal mengapa anak lelaki satu satunya berlaku demikian. Sampai depan pintu kudengar suara pintu dibanting, aku masuk kerumah, kedalam kamar dimana suamiku, kamar kosong, kubuka pintu kamarpun melompong. Dimana gerangan suamiku mengunci dirinya. Ada apakah dirinya mengapa begitu amat sangat marah selepas pernikahan adikku.
Kucari keruang tengah kemudian ruang kerja, kuputar kuncinya. Susah...oh...ternyata suamiku didalam..
Segera ku masuki kamar, kubereskan sisa sisa kotoran, kukumpulkan pakaian kotor dan segera kedapur membawa makanan memisahkan antara makanan basah dan kering. Aku harus gesit dan tidak boleh keliru kalau tidak mau ibu mertuaku juga marah lalu membeberkan apapun yang kuperbuat. Karena apa yang kulakukan selalu salah, jangankah sebuah kesalahan yang kuperbuat, kebaikanpun serasa tidak pernah dilirik.
Ya...aku akui bukan orang yang sempurna untuk urusan rumah tangga. Mengapa? Dari dulu aku adalah tuan putri dirumah, tugasku hanya belajar agar selalu peringkat kelas. Apapun yang aku inginkan selalu disediakan ayah ibu, kadang mau makanpun ibu mengantarkan saat aku sedang belajar, kalau aku tetap belajar dan tidak mau makan, disuapinya diriku.
Belajar, belajar mungkin hanya mandi saja yang tidak dimandikan, karena seragam pun sudah ibu sediakan dikasur saat aku mandi. Semuanya tanpa ada satu tanggung jawab dalam rumah aku pegang.
Ya...inilah mungkin akibatnya...urusan rumah tangga nol besar....
Komentar
Posting Komentar